Nasib baik itu bisa dipicu oleh nasib buruk. Seperti yang dialami Jacqueline “Jaki” Baskow. Episode hidupnya yang luar biasa sebagai Agen Bakat ternama di Las Vegas dimulai dari suatu pagi yang kelam di Camden, New Jersey. Ia baru berumur 16 tahun ketika ayahnya dirampok dan dibunuh, pada pagi hari sesaat setelah membuka barnya. Kehilangan tulang punggung keluarga membuat kehidupan keluarganya langsung terpuruk.
Sampai suatu ketika ia bertemu pria bernama Bob Kane yang sedang berlibur ke New Jersey. Pria itu menawarkan sebuah pekerjaan di studio film miliknya. Saat itu ia berusia 22 tahun dan telah lama terobsesi menjadi artis. Tawaran ke Las Vegas adalah kesempatan sekali seumur hidup yang tak boleh dilewatkannya.
Bersama seorang sahabatnya, Jaki mengemasi bajunya untuk menjemput dunia baru yang diimpikannya. “Aku yakin, ini akan menjadi kesempatan besarku masuk ke industri perfilman,” kenang wanita kelahiran 1951 ini. Namun sesampainya di Las Vegas, kenyataannya jauh panggang dari api. Tak ada studio, kecuali hanya sebuah kantor kecil. Lebih parahnya lagi, Bob tidak mengkastingnya, tetapi malah terbang ke Los Angeles untuk syuting film Batman bersama Bill Finger.
Hari-hari yang menjanjikan berganti menjadi saat-saat terberat. Jaki tak kunjung menemukan peruntungannya, sedangkan saat itu ia meninggalkan seorang ibu yang hampir tak mampu mencukupi kebutuhannya di New Jersey. Terpaksa ia harus realistis untuk sementara waktu. Meski masih terobsesi sebagai artis, ia malah bekerja sebagai penjaga showroom mobil bekas sambil pada malam harinya menjaga meja Bingo di sebuah Kasino.
Kehidupan itu terus dijalaninya, hingga suatu hari mendapat kesempatan menjadi kordinator sebuah acara televisi ternama, Kojak. Di situ ia berkenalan dengan Telly Savalas, pemeran utama film Kojak dan The Dirty Dozen. Pria inilah yang menginspirasinya membuka agensi pencari bakat.
Usahanya, yang dinamai Baskow Agency, mulai bergerak, tetapi ia hampir tak mampu membayar US$ 3.000 untuk lisensi bisnis. Untunglah ada orang baik yang meminjaminya uang. Dia adalah Ellie Janssen, istri aktor The Fugitive, David Janssen. Di masa-masa awal, Jaki terpaksa berbagi ruang kerja dengan Bobby Morris, di mana ia juga membantu Bobby menjadi resepsionis dengan penghasilan US$ 50 per minggu.
Saat itu, tahun 1970-an, bisnis Talent Agency masih sangat langka. Hanya ada satu kompetitor yang sudah terlalu kuat. “Aku jadi pemecah monopoli. Untuk itu aku dimusuhi dan menjadi target ancaman bertahun-tahun, bahkan mobilku pernah ditembak,” katanya.
Faktanya memang ia bukan pesaing enteng. Baskow and Associates menjadi agen bakat pertama yang dikelola seorang wanita Yahudi. Pada awalnya Baskow hanya dipercaya mencari aktor-aktor pendukung. Tetapi lama-lama ordernya semakin bergengsi. Hal membanggakan pertama adalah dipercaya mencari aktor iklan bir Schmidt’s yang saat itu dibintangi David Brenner.
Selanjutnya segala bentuk event besar dihandelnya hingga bekerja sama dengan Caesar Palace selama 30 tahun lebih. Hal itu secara gradual semakin membuka koneksi bagi Jaki. “Aku tak akan lupa ketika ditelepon Jilly Rizo, sohib Frank Sinatra yang memiliki resto terkenal di Las Vegas” kenangnya.
Segala macam pencapaian ini diraih Jaki bersama dengan trauma masa lalu yang belum hilang sejak ayahnya terbunuh. Selama 45 tahun ia hidup dalam rasa takut, sampai harus bertahan dalam perkawinan tidak sehat, hanya karena ia tak berani hidup sendirian.
Namun secara umum Jaki berbangga dengan petualangannya bersama kehidupan Las Vegas yang dinamis. Tahun demi tahun berjalan dan hidup Jaki dipenuhi pengalaman-pengalaman menakjubakan. “Aku tak akan menukarnya dengan apapun” tandasnya. Sebagai enterpreneur sejati, ia pernah menyabet berbagai penghargaan. Di antaranya The Best Small Business of The Year, Woman of The Year, dan pernah lima tahun berturut-turut sebagai “Perusahaan Manajemen Papan Atas Tahun Ini”.
Ia senang bisa terbang dari bumi New Jersey ke langit Las Vegas. “Seperti ayah yang barnya membantu orang-orang terkokesi, aku pun sama,” katanya. Agensi miliknya telah mempertemukan orang-orang dari mana saja, dengan akting sebagai penghubungnya. “Kini aku bersyukur bisa menjalani kehidupan penuh tujuan dan membantu satu sama lain,” imbuhnya. Kata Eleanor Roosevelt, masa depan adalah milik mereka yang percaya akan keindahan mimpi-mimpinya.
Menjadi Diri Sendiri
Perubahan dalam hidup itu bukan hal sederhana. Selalu ada kejadian-kejadian yang menjadi pemicu. dan tak mungkin perubahan terjadi dalam kedamaian. Banyak orang lupa menjadi diri sendiri karena terjebak rutinitas bertahun-tahun dan tak mudah keluar darinya.
Dalam buku serial Chicken Soup for The Soul berjudul “Waktunya Berkembang” ini, kisah-kisah nyata inspiratif dikumpulkan oleh Amy Newmark dan Loren Slocum Lahav. Cerita yang secara umum mengajarkan pembaca menjadi diri sendiri ini disusun dalam beberapa tahapan, mulai dari “Waktunya bertemu diri sendiri”, “Merangkul petualangan”, hingga “Waktumu mengejar mimpi” dan “Luangkan waktu untuk hubunganmu”.
Kisah manusia itu tak akan sama jalan ceritanya, andaikan ada kesamaan cara memahaminya akan berbeda-beda. Tetapi semuanya menarik dan menggugah kesadaran. Terkadang seseorang mengambil langkah mundur untuk maju, seperti Lucy Lemay Celluci, yang meninggalkan profesi sebagai barista di Starbuck untuk off selama dua tahun, sebelum menjadi instruktur tari. “Pekerjaan ini membuka kabut depresif dan menyambungkanku kembali dengan kemampuanku bersenang-senang” katanya.
Hal ekstrim juga dilakukan Jennifer Simonetti yang keluar dari pekerjaan bagus di Wallstreet dengan gaji enam digit. Semua itu hanya karena ia ingin menjadi master anggur. “Setiap pagi aku bangun dengan bersemangat, tak sabar dengan apa yang dibawa pekerjaanku hari ini”, tandasnya.
Judul: Chicken Soup For The Soul: Waktunya Berkembang
Penulis: Amy Newmark & Loren Slocum Lahav
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Genre: Self Help
Edisi: Cet 2, Juli 2019
Tebal: 504 halaman
ISBN: 9786020627496