Resensi Novel Freeter Membeli Rumah karya Arikawa Hiro
“Woy! Kalau mau ngomel, ngomong saja terus terang!” teriak Seiji dari ujung atas tangga rumahnya.
“Sejak kapan kau jadi orang hebat sampai bisa menegur ibu dengan ‘Woy’? ibu sedang sakit!” tegas suara Ayako, kakak perempuan Seiji yang sudah pindah rumah bersama suaminya.
Seolah tak percaya dengan ucapan sang kakak, Seiji langsung mendekati ibunya yang tengah duduk di ruang gelap. Sang ibu yang depresi tampak menggoyang-goyangkan tubuhnya. Sembari bergumam sambil meremas-remas tangannya. Sekilas pandang kondisi ibunya sama sekali tidak normal.
Ayako yang bekerja di dunia kedokteran dengan cepat menangkap masalah pada mental ibunya. Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan dokter jiwa bahwa ibunya didiagnosa mengalami depresi parah hingga kecemasan tingkat tinggi. Dari pemeriksaan itu terungkap penyebabnya adalah lingkungan tempat tinggalnya. Lebih tepatnya akibat perundungan oleh tetangga sejak pindah kerumah itu 20 tahun lalu.
Mendapati kenyataan ini membuat pindah rumah menjadi solusi yang tak terelakkan lagi. Namun dengan pendapatan Seiji sebagai seorang freeter yang pas-pasan, membeli rumah menjadi hal yang mustahil baginya.
Freeter sendiri merupakan gabungan dua suku kata, bahasa Inggris freelance berarti paruh waktu, dan bahasa Jerman arbeiter berarti pekerja. Istilah ini diciptakan sekitar tahun 1987 atau 1988 oleh majalah Jepang From A. Freeter atau dalam bahasa Jepang disebut furītā, adalah ungkapan untuk orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan penuh waktu atau menganggur, tidak termasuk ibu rumah tangga dan pelajar.
Mejadi seorang freeter merupakan hal umum di Jepang. Kondisi ini biasanya didasari keinginan hidup bebas tanpa adanya tuntutan perusahan, selain itu mereka juga bisa dengan mudah berpindah pekerjaan.
Namun menjadi seorang freeter bukan berarti tak ada resiko. Tidak adanya tunjangan sosial, bonus tambahan, dan jaminan kesehatan membuat hidup seorang freeter rentan berada di garis kemiskinan.
Hal itu membuat perjuangan Seiji semakin berat. Ditambah lagi ayahnya sama sekali tidak mau tahu dengan kondisi itu, malah cenderung menyalahkan ibunya. Selama Seiji belum mendapatkan pekerjaan tetap, ia hanya dianggap parasit yang numpang makan dan tidur.
Demi segera bisa membeli rumah, ia berusaha menggunakan seluruh waktunya untuk bekerja. Ia terus melamar pekerjaan bahkan sampai memutus urat malunya memohon agar bisa dipekerjakan lagi di minimarket tempat ia bekerja dulu meski sudah meninggalkan kesan buruk bagi si pemilik.
Novel “Freeter Membeli Rumah” karya Arikawa Hiro ini mengisahkan perjuangan Seiji menyembuhkan penyakit ibunya. Ia mengajak pembaca menyelami kisah perjuangan seorang anak dalam mendapatkan pekerjaan. Lika-liku dalam perjuangannya seolah menggambarkan kondisi saat ini, dimana jumlah pelamar kerja lebih banyak dibandingkan jumlah pekerjaan yang tersedia. Belum lagi pekerjaan yang lebih memilih fresh graduate membuat pelamar yang telah lulus beberapa tahun sebelumnya kehilangan harap.
Dalam novel terbitan Haru ini, Arikawa Hiro yang juga penulis The Traveling Cat Chronicles mampu meluluhkan pembaca dengan meramu masalah yang umum dihadapi seorang anak menjadi suatu cerita yang dipenuhi gejolak batin. Ia juga mampu meramu kata-kata menjadi sebuah mantra yang menghipnotis pembacanya untuk terus mengikuti perjuangan Seiji agar bisa membeli rumah.
Arikawa Hiro berharap pembaca dapat mengambil pesan dari kisah perjuangan Seiji meski semangatnya rentan mengalami fluktuasi. Karena tak bisa dipungkiri setiap keluarga memiliki permasalahan meski tidak bisa disamakan jenis dan bobotnya, namun tingkat stressnya sama.
Judul: Freeter, Membeli Rumah
Penulis: Arikawa Hiro
Penerbit: Haru
Genre: Novel
Tebal: 400 halaman
Edisi: Cet 1, November 2021
ISBN: 978-623-7351-86-3