Konsep bahagia, bagi Imam Ghazali, jelas bukan soal gelimang harta benda, fasilitas, jabatan, ataupun berbagai kenikmatan duniawi. Bahagia adalah resultan dari respon hati nurani ketika mendapat stimulan yang tepat.
Pada dasarnya kebahagiaan, kenikmatan, dan kelapangan adalah respon jiwa terhadap segala sesuatu yang terjadi dan diresepsi sesuai dengan karakter organ-organ tubuh yang berkaitan. Misalnya kenikmatan mata, didapat dari pemandangan atau gambar-gambar yang indah. Kenikmatan telinga dapat terpenuhi dengan suara-suara yang merdu atau nyanyian.
Kesenangan-kesenangan ini secara terintegrasi dapat membentuk kebahagiaan, asalkan stimulasi tersebut dapat diterima oleh organ terpenting yang bernama hati. Maka untuk menstimulasi rasa bahagia, kuncinya adalah hati. Seindah apapun obyek yang dipandang mata, semerdu apapun bunyi yang didengar telinga, tak akan menghasilkan kenikmatan apabila hati tidak menerimanya.
Lalu apa yang dapat membahagiakan hati? Jawabnya, menurut Imam Ghazali, adalah mengenal Allah (ma’rifatullah). Penjelasan tentang ini amatlah sulit, karena ma’rifatullah itu melibatkan rasa dan oleh karenanya amat subyektif, sehingga sulit diiterangkan.
Imam Al-Ghazali memberikan analogi, orang yang tak kenal permainan catur tentu saja biasa-biasa saja melihatnya. Tetapi setelah tahu, ia akan mulai tertarik. Kemudian setelah ia terlibat dan mulai bermain, ia akan merasakan sensasinya. Sensasinya sangat unik hingga sulit dijelaskan kepada orang lain. Semakin mengenal permainan ini, semakin keranjingan pula orang dibuatnya.
Demikian pula mengenal Allah, semakin tahu Tuhannya, seorang hamba akan semakin merasakan kenikmatan. Ketika pengenalan itu semakin mendalam maka akan terjadi kenikmatan dan sensasi yang luar biasa. Saking dahsyatnya nikmat itu, tak ada nikmat yang lebih besar dibandingkan mengenal Allah dan tak ada pemandangan yang lebih indah daripada memandang kehadiratnya (halaman 24).
Dalam buku terbitan Turos Pustaka setebal 361 halaman ini, Imam Al-Ghazali tidak menafikan adanya kenikmatan duniawi. Kenikmatan duniawi itu sifatnya materialistik dan indera yang mengecapnya sangat ragawi. Biasanya kenikmatan itu bersifat syahwati yang erat kaitannya dengan nafsu. Kenikmatan duniawi ini biasanya menimbulkan kesenangan sesaat tetapi semu dan dalam jangka panjang bisa mendesepsi arah tujuan hidup manusia hingga secara tidak sadar ia telah melenceng jauh. Bila kematian menjemputnya saat terlena dengan kesenangan-kesenangan duniawi itu, maka akan menyisakan sesal yang luar biasa.
Mengenal Allah dimulai dari mengenal diri dan ruh jasad. Di alam ini tak ada yang lebih dahsyat daripada penciptaan manusia. Dalam diri manusia terdapat kosmos kecil yang berputar secara ritmik dan harmonis.
Lambung manusia itu laksana juru masak, dan yang ada di dalam limpa ibarat tukang roti, yang ada di dalam usus ibarat penjahit, dan ada pula organ lain yang berperan bagaikan memutihkan susu. Semuanya organ itu tak pernah beristirahat sedetik pun untuk melayani manusia, namun kebanyakan manusia tidak menghiraukan itu. Manusia bahkan tidak mengenal jati dirinya dan tidak bersyukur kepada zat yang telah menganugerahkan itu.
Al-Ghazali adalah tokoh sufi sepanjang masa yang dikenal dengan kedalaman keilmuan dan sufismenya. Ulama yang dijuki Hujjatul Islam ini menjelaskan delapan risalah yang secara sinergis menuntun pembaca menuju maqam ma’rifat, sebuah tempat yang di sana tak ada rasa takut, resah, dan sedih. Yang ada hanya ketenangan dan kebahagiaan.
Setidaknya ada dua tahap menuju kebahagiaan, yaitu mengenal diri dengan baik, lalu mengenal Allah sebagai pencipta dan pemberi energi pada seluruh aspek kehidupan manusia.
Alhasil menurut Al-Ghazali, intisari ma’rifat hati adalah mengetahui berbagai keajaiban penciptaan Allah. Untuk mencari hakikat itu, langkah pertamanya adalah meninggalkan dunia. Terdapat sembilan poin penting yang perlu dipahami untuk dapat menciptakan kebahagiaan pada diri sendiri. Al-Ghazali menjelaskannya satu per satu dengan kedalaman ilmunya yang mumpuni.
Buku ini merupakan kumpulan 8 risalah Al-ghazali, yaitu Kimyah Al-Sa’adah (proses kebahagiaan), Ayyuha Al-walad (Wahai Anakku), Al-Risalah Al-Wa’dziyyah (untaian nasihat keimanan), Mi’raj Al-Salikin (anak tangga para salik), Misykat Al-Anwar (ceruk cahaya), Minhaj Al-Arifin (jalan para pencari Tuhan), AL-Adab fi Al-Din (etika beragama), dan Risalah Al-Thair (kabar burung).
Judul Buku: Resep Bahagia Imam Al-Ghazali
Penulis: Imam Al-Ghazali
Penerbit : Turos Pustaka
Tebal : 361 halaman
ISBN: 978-623-7327-59-2
8 Risalah al ghazali. Berarti berisi 8 buku al ghazali ya?
Setelah membaca ulasan ini, saya langsung membeli. Sangat menarik.