Kala Gunung Menyimpan Luka yang Belum Selesai
3726 MDPL: Dalam cerita novel ini, kita diajak untuk menjelajahi kisah cinta yang tidak pernah benar-benar selesai. Ini bukan cerita cinta yang penuh kebahagiaan yang diakhiri dengan pernikahan, melainkan cinta yang berkembang dalam keheningan, bertahan di ingatan, dan menua dalam perasaan nostalgia.
Rangga Raja dan Andini Hangura bukanlah pasangan di dalam arti yang umum. Mereka adalah dua jiwa yang saling merangkai emosi, tetapi akhirnya harus menerima kenyataan untuk hidup dalam dunia yang terpisah meski beriringan.
Andini adalah sosok wanita yang dicintai banyak orang—menawan, lembut, dan penuh dengan kehati-hatian. Di sisi lain, Rangga adalah seorang pria kuat yang terpengaruh hanya dengan menyebut namanya. Di antara mereka ada luka yang tak kunjung sembuh, terdapat ikatan yang sulit diungkapkan, dan ada restu yang tak pernah sampai ke tujuan. Di antara semua perasaan itu, ada Rinjani—gunung yang sepi tapi sarat akan cerita, menjadi saksi bagi semua hal yang tak bisa diungkapkan dalam dunia yang bising dan ramai.
Rinjani: Tempat bagi yang Terluka
Gunung dalam kisah ini lebih dari sekadar pemandangan atau latar belakang. Ia berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi jiwa yang terluka, ruang tenang bagi mereka yang lelah dan ingin beristirahat dari keramaian. Saat mendaki bersama komunitas bernama MANUSIA, tubuh Rangga dihadapkan pada rintangan fisik, tetapi hatinya lebih diuji oleh kenangan masa lalu. Setiap pos perhentian seakan menjadi pengingat bagi kenangan yang masih tertunda. Perlahan namun pasti, ia mencoba menyusun kembali perasaannya, merangkum, dan belajar melepaskan sedikit demi sedikit.
Puncak bukan sekadar akhir perjalanan fisik, melainkan pencapaian tertinggi dari perasaan yang berhasil ia hadapi sendiri. Salah satu momen paling mengharukan terjadi ketika Rangga berdiri di ketinggian 3726 mdpl, menatap langit, dan berkata:
“An, dapet salam, dari Rangga Raja untuk lo, selamat hari pertunangan Andini Hanggura-ku yang gue sayang, dari 3726 mdpl, puncak tecantik di Indonesia. Semoga senang terus hidup yang lo tempuh.” 3726 Mdpl, hal: 273.
Bukan sebagai undangan, bukan pula sebagai pengamat yang memberikan ucapan selamat dengan rasa sedih. Namun, sebagai orang yang memahami: cinta yang tulus tidak selalu harus memilikinya. Ia hadir dengan membawa doa, dan pergi membawa keheningan yang sulit dijelaskan pada orang lain.
Tentang Cinta yang Tak Harus Bersanding
Cerita ini tidak memberikan janji akhir bahagia dalam bentuk yang biasa. Tidak ada pertemuan kembali atau takdir yang dipaksakan. Justru di situlah letak kekuatan ceritanya: ia menghadirkan cinta yang rela mundur, yang tahu batas diri, yang lebih memilih untuk mendoakan dari jauh daripada menyakiti diri dengan harapan yang tidak mungkin.
Salah satu momen yang penuh arti ketika Rangga memberikan cincin milik Andini—yang telah lama ia simpan—kepada seorang pendaki lain yang juga merasakan patah hati:
“—daripada cincin ini nggak punya tuan, lo mau? Lo bisa jadikan ini sebagai hadiah atau semangat buat lo.” 3726 Mdpl, hal: 273.
Sebuah tindakan sederhana tetapi sangat bermakna. Ini bukan soal penggantian, bukan tentang pelarian, tetapi tentang menerima kenyataan bahwa beberapa hal harus ditinggalkan agar luka bisa pulih. Rangga tidak ingin menghapus kenangan yang ada, tetapi ia menyadari bahwa mempertahankannya selamanya hanya akan membuat luka semakin dalam.
Ulasan Novel
Daya tarik cerita ini terletak pada bahasanya yang lembut tetapi menusuk hati. Tidak ada dramatisasi yang berlebihan. Tidak ada kalimat yang terasa dipaksakan. Semua kalimat mengalir seperti sungai yang tenang namun memiliki kedalaman. Setiap kalimat seakan memeluk pembaca, membuat kita terdiam, melihat ke dalam diri sendiri, dan tiba-tiba merasa: Aku pernah berada di titik itu.
Penulis tidak memaksakan perasaan, tetapi justru membuat pembaca merasakan kesedihan dengan mengingat luka mereka sendiri. Percakapan dalam cerita ini sangat autentik. Narasinya lembut. Keheningannya menyentuh jauh lebih mendalam daripada teriakan. Inilah kekuatan tulisan yang muncul dari hati yang tulus, bukan hanya sekedar teknik sastra.
Sebuah Catatan tentang Novel 3726 MDPL
Akhir dari cerita ini bukanlah sebuah penutupan, melainkan sebuah pengingat. Mengenai banyak hal dalam hidup yang tidak dapat dimiliki, meskipun kita sangat mendambakannya. Rangga tidak bersatu dengan Andini. Namun, dia tidak sepenuhnya kehilangan dia. Karena dalam ingatan, mereka tetap hidup. Karena dalam doa, tidak ada jarak yang benar-benar memisahkan.
Novel ini bukan hanya sekedar cerita cinta. Ini adalah sebuah elegi. Sebuah puisi panjang tentang melepas, tentang memberikan tanpa rasa benci, tentang belajar menumbuhkan harapan baru di tanah yang sebelumnya kering karena kehilangan.
Dan mungkin itu benar, seperti yang diungkapkan Rangga: mereka memang bukan sepasang manusia. Tetapi mereka pernah menjadi dua jiwa yang menyimpan tempat di hati satu sama lain, meskipun tidak pernah benar-benar tinggal bersama.
BACA JUGA: Resensi Buku “Seorang Wanita yang Ingin Menjadi Pohon Semangka di Kehidupan Berikutnya”
Penulis Resensi: Veronica Aprilia
Identitas Buku
Judul Buku : 3726 MDPL
Penulis : Nurwina Sari
Penyunting : Zafira Salsabila
Penyelaras Akhir : Dana Sudartoyo
Pendesain Sampul : Himewari, Wira Winata
Penata Letak : Amanda Luitha, Nuraini
Penerbit : Romanicious
Jumlah Halaman : 280 halaman
Ukuran Buku : 13 x 19 cm
ISBN : 978-623-310-259-9
Cetakan Pertama : Agustus 2024
Cetakan Kedua : September 2024
Hak Cipta : Dilindungi oleh undang-undang