Tafsir Juz ‘Amma: Memahami al-Quran dari Tafsirnya – Juz ‘Amma merupakan juz ke-30 dalam al-Quran. Surat-surat di dalamnya yang pendek seringkali kita lantunkan sebagai bacaan salat. Saking seringnya terdengar, beberapa surat di dalamnya bisa kita hafal di luar kepala. Namun, di antara surat-surat juz ‘amma yang kita hafal, seberapa banyak yang memahami maknanya? Apakah pemahaman bisa kita dapatkan dengan menghafal dan membaca terjemahannya saja?
Cara mempelajari makna al-Quran yang paling tepat tentu saja tidak cukup hanya dengan membaca atau melihat terjemahannya saja. Kita harus mempelajari makna al-Quran melalui tafsir para ulama yang telah menjelaskan ayat per ayatnya sesuai dengan kaidah yang telah para ulama sepakati. Sebagai contoh pentingnya membaca kitab tafsir adalah sebagai berikut,
وَهُوَ الَّذِيْ أَنْشَأَ جَنّٰتٍ مَّعْرُوْشٰتٍ وَّغَيْرَ مَعْرُوْشٰتٍ وَّالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهٗ وَالزَّيْتُوْنَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَّغَيْرَ مُتَشَابِهٍ كُلُوْا مِنْ ثَمَرِهٖٓ إِذَآ أَثْمَرَ
“Dialah yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang merambat dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya, serta zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak serupa (rasanya). Makanlah buahnya apabila ia berbuah.” (QS. al-An’âm [6]: 141)
Tanpa melalui penafsiran, jika kita membaca ayat ini, kita diperintahkan untuk langsung mengonsumsi buah ketika pohonnya berbuah. Apakah kita bisa langsung mengonsumsi apel meskipun belum masak? Inilah bukti kita tidak cukup membaca al-Quran dan terjemahannya saja. Akan tetapi, melakukan penafsiran tanpa mengacu pada karya ulama adalah hal yang batil dan tidak dibenarkan. Penafsiran akan pasti jauh dari kebenaran.
Tafsir Juz ‘Amma Imam al-Qusyairi
Buku “Tafsir Juz ‘Amma” ini hadir sebagai solusi atas berbagai masalah di atas. Buku ini adalah terjemahan dari karya Imam Qusyairi berjudul Lathâ`if al-Isyarât (Makna-Makna Tersirat yang Indah). Salah satu tafsir yang menjadi rujukan umat Islam di seluruh dunia. Dalam tafsirnya ini, Imam Qusyairi sedikit membahas mengenai gramatika bahasa dan terminologi makna tiap kata. Namun, justru itulah keunggulan tafsir ini. Di dalamnya kita tetap dapat memahami makna al-Quran dan mampu menemukan keindahan makna tersiratnya, sesuai dengan judul bukunya.
Ulama yang mempunyai julukan “Zainul Islam” ini mampu menggabungkan ilmu syariat dan hakikat secara harmonis. Sehingga, meskipun nuansa tafsirnya sufistik, beliau masih berusaha untuk menghadirkan makna-makna syariat yang tersurat pada tiap ayat. Hal ini tentu saja agar para pembaca awam sekalipun bisa memahami kandungan makna ayat-ayat suci al-Quran secara lengkap.
Satu lagi keunikan dari tafsir ini, setiap basmalah di dalamnya selalu ditafsirkan dengan penafsiran yang berbeda. Terkadang Imam Qusyairi ingin fokus terhadap kata Allah, makna di balik ar-Rahmân dan ar-Rahîm, fokus terhadap asma-asma Allah, atau terkadang pada basmalah secara utuh. Seakan-akan ia ingin mengatakan kepada kita bahwa dari satu ayat saja, bisa muncul 114 tafsir yang berbeda. Tentu saja tafsiran yang dikemukakan selaras dengan kaidah penafsiran al-Quran.
Sebenarnya tafsir ini utuh mulai dari al-Fâtihah sampai an-Nâs, tetapi yang Anda pegang hanya terjemahan Juz 30. Selain karena ketebalan, Turos Pustaka memandang bahwa Juz 30 adalah salah satu surat yang sering dilantunkan dan banyak dihafal umat Islam, sehingga urgen untuk lebih dahulu dihadirkan.
Maqam Para Penghafal dan Pengajar al-Quran
Hafalan al-Quran menjadi tren positif yang berkembang di kalangan umat Islam Indonesia. Para orang tua sangat ingin menjadikan anaknya hafizh dan hafizhah. Pondok pesantren dan sekolah-sekolah berlomba menyediakan program tahfizh al-Quran yang baik. Berbagai perguruan tinggi juga menyediakan beasiswa bagi pada penghafal al-Quran. Stasiun televisi juga mendukung dengan lomba-lomba hafalan al-Quran yang bermunculan di layar kaca.
Hal ini tentu saja baik, asal kita tidak terjebak hanya pada “tren” dan hal-hal yang tidak sesuai koridor agama. Kita pasti bangga melihat anak-anak dan remaja muslim semarak membaca kitab suci agamanya, bahkan berniat untuk menghafal seluruhnya. Tak sedikit hadis yang menjelaskan betapa besarnya kemuliaan yang akan didapatkan oleh para penghafal al-Quran, misalnya sabda Nabi berikut ini,
أَشْرَافُ أُمَّتِي حَمَلَةُ الْقُرْآنِ وَأَصْحَابُ اللَّيْلِ
“Umatku yang paling mulia adalah para penghafal al-Quran dan yang menghidupkan malam (dengan ibadah).” (HR. Thabrani dan al-Baihaqi)
Namun, akan lebih baik jika spirit menghafal al-Quran ini juga dibarengi dengan semangat untuk mengamalkan dan memahami maknanya. Karena itu jauh-jauh hari Nabi saw. telah mengingatkan bahwa interaksi kita dengan al-Quran tidak cukup sampai pada taraf menghafal saja,
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar dan mengajarkan al-Quran.” (HR. Bukhari)
Hadis ini sangat jelas menempatkan pembelajar dan pengajar al-Quran sebagai salah satu pribadi terbaik dalam Islam. Mayoritas ulama sepakat bahwa belajar dan mengajarkan di sini bukan hanya sekadar arti ayat-ayat al-Quran saja, melainkan mencakup maknanya. Ibnu Hajar al-Asqalani (1372—1449 M) dalam kitabnya Fath al-Bâri–penjelasan Shahîh al-Bukhâri–memaparkan bahwa kata “kalian” dalam hadis itu merujuk kepada mereka yang sudah memahami makna al-Quran, bukan mereka yang sekadar membacanya.[1]
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kita pahami bahwa mempelajari al-Quran dapat memberikan kita derajat yang tinggi di hadapan Allah. Namun, dalam mempelajari al-Quran tidak cukup dengan hanya menghafal dan membaca terjemahan. Untuk itu, buku “Tafsir Juz ‘Amma” ini hadir membantu kita mempelajari al-Quran beserta makna-makna yang terkandung dalam setiap ayatnya. Dengan buku ini, kita bisa melengkapi surat-surat juz ‘amma yang telah kita hapal dengan pemahaman makna yang lengkap.
Selain tafsir dari juz 30, Turos Pustaka juga melengkapi buku ini dengan keterangan sebab-sebab turunnya ayat pada buku ini yang diambil dari dua kitab mu’tamad, Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl, karya Imam Suyuthi (1445—1505 M) dan Asbâb an-Nuzûl, karya Abu Hasan al-Wahidi (1007—1075 M). Harapannya, para pembaca lebih dapat memahami makna sebuah ayat ketika mengetahui alasan di balik turunnya ayat tersebut. Tidak hanya itu, agar buku ini juga bisa menjadi bahan tadarus bersama, Turos melengkapinya dengan tajwid berwarna.
[1] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-Bukhâri, jilid IX, hlm. 96.
Identitas Buku
Judul Buku | Tafsir Juz ‘Amma |
Penulis | Imam Qusyairi |
Berat | 0,3 kg |
---|---|
Dimensi | 21 × 14 × 2,5 cm |
Cetakan | April 2023 |
Halaman | 280 |
Cover | Hard Cover |