Jakarta – Dysleksia atau disleksia adalah salah satu jenis gangguan belajar yang membuat anak kesulitan untuk membaca, menulis, mengeja, atau berbicara dengan jelas.
Menurut The International Dyslexia Association, diskleksia merupakan salah satu penyakit saraf pada anak. Gangguan saraf ini biasanya ditandai dengan anak kesulitan mengenali huruf, kata, hingga kemampuan mengeja yang buruk. Gangguan ini mengakibatkan anak kesulitan membaca, memahami kosakata, kalimat, hingga bahan bacaan.
Normalnya, saat membaca, indra penglihatan akan mengirimkan sinyal dari gambar atau huruf yang mdilihat dan didengar ke sistem saraf pusat, yaitu otak. Otak akan menghubungkan huruf atau gambar dalam urutan yang benar hingga terbentuk menjadi kata, kalimat, atau paragraf yang dapat dibaca.
Berbeda dengan anak yang mengalami disleksia. Mereka akan kesulitan untuk mencocokkan huruf dan gambar tersebut. Hal ini akan membuat ia kesulitan mempelajari hal selanjutnya. Meski menyebabkan gangguan belajar, pada kenyataannya kondisi ini tidak memengaruhi atau berhubungan dengan tingkat kecerdasan anak.
Disleksia paling banyak terjadi pada anak-anak. Namun tak jarang gangguan ini terjadi pada remaja hingga orang dewasa. Dikutip dari Mayo Clinic, tanda-tandanya pun berbeda sesuai dengan usia serta tingkat keparahan yang dialami.
Disleksia tidak bisa disembuhkan, namun bisa dikelola. Secara garis besar, penyebab penyakit disleksia pada anak terbagi menjadi dua, yaitu genetik dan faktor luar.
Secara genetik, penyebab disleksia yang paling umum adalah cacat pada gen DCD2 dan biasanya diturunkan dari anggota keluarga. Kondisi ini bermula saat cerebrum atau bagian otak yang mengatur aktivias berpikir, membaca, dan bahasa tidak berfungsi dengan baik.
Selain faktor keturunan, penyebab disleksia adalah gangguan yang dialami anak setelah dilahirkan seperti cedera otak atau trauma lainnya.
Faktor luar yang bisa menyebabkan anak mengalami disleksia, diantaranya anak lahir secara premature dengan berat badan rendah. Dapat juga akibat terpapar nikotin, obat, alkohol, atau infeksi selama kehamilan.
Berikut berbagai perawatan dan terapi yang biasanya digunakan untuk mengobati disleksia pada anak seperti,
Stimulasi edukasi
Anak yang memiliki disleksia biasanya akan diajarkan dengan pendekatan dan teknik khusus. Di sekolah, guru bisa menggunakan teknik yang melibatkan pendengaran, penglihatan, dan sentuhan untuk meningkatkan keterampilan membacanya.
Menggunakan bantuan teknologi
Terapi disleksia bisa dengan bantuan teknologi dilakukan untuk mempermudah pembelajaran dan pekerjaan pada remaja juga orang dewasa. Penggunaan komputer ini biasanya cenderung lebih memudahkan jika dibandingkan dengan buku.
Program pengolah kata misalnya bisa digunakan untuk membantu memeriksa ejaan secara otomatis sehingga bisa meminimalisir kesalahan dalam tulisan.
Selain itu, progam text to speech memungkinkan komputer untuk membaca teks seperti yang tertera di layar. Tujuannya, untuk melatih indra penglihatan dan pendengaran.
Mendukung anak untuk terus belajar membaca
Mengajari anak untuk membaca bukan hanya peran bagi pengajar, tetapi juga Anda sebagai orangtua. Akan lebih baik jika Anda juga ikut mendukung anak untuk terus berlatih membaca. Misalnya membaca buku bersama, membaca buku dengan bersuara, bermain tebak kata setelah membaca buku, dan lain sebagainya.
Menunjukkan perhatian dan kasih sayang
Agar anak tetap semangat untuk belajar, Anda harus menunjukkan perhatian dan kasih sayang. Caranya mudah, yaitu dengan memuji atau merayakan setiap kemajuannya dalam belajar.
Kemudian, bantu anak untuk memahami kondisinya. Dengan begitu, anak tidak akan merasa dirinya lebih buruk atau tidak beruntung dibandingkan teman-temannya.
Ini penting guna membangun kepercayaan diri anak untuk bersosialisasi dengan orang lain agar tidak terjadi gangguan emosional pada anak. (ST/JBR)