Ketika Umayr berada dalam barisan tentara perang Badar, Rasulullah Muhammad saw menyuruhnya pulang saja. Apa yang ditakutkan Umayr terjadi, Nabi tak mungkin mengizinkannya bergabung dalam misi hidup-mati ini.
Remaja 15 tahun itu tak mampu menahan kecewa dan menangis sejadi-jadinya hingga akhirnya Rasulullah membolehkannya ikut dalam rombongan ekspedisi 350 orang itu. Umayr memang masih sangat muda untuk berperang. “Bahkan aku masih harus membantu mengikatkan tali pedangnya,” kenang Said, sepupu Nabi.
Perjalanan akan panjang dan kendaraan yang tersedia hanya 70 unta, sehingga pasukan Badar harus menggunakannya secara bergantian. Bendera putih diserahkan kepada Mus’ab karena ia keturunan Abd Dar, kakek moyang para pengibar bendera Quraish. Rasulullah berada pada barisan terdepan, didahului dua panji hitam, mewakili kaum Anshar yang asli Madinah dan kaum Muhajirin, imigran dari Mekah.
Misi mereka adalah mencegat kafilah Abu Sofyan, rombongan dagang terbesar dan terkaya sepanjang tahun. Kafilah dagang ini tengah dalam perjalanan pulang dari Syam menuju Mekah dengan membawa keuntungan melimpah.
Nabi ingin mengambil harta orang-orang Quraish yang dibawa Abu Sofyan, sebagai balasan aksi mereka yang secara semena-mena merampas dan menguasai harta muslim Mekah. Represi kaum kafir pada akhirnya membuat pengikut Nabi di Mekah harus terusir dari tanah kelahirannya.
Di pihak lain Abu Sofyan sudah menyadari dirinya dalam ancaman. Dari sekutunya, orang munafik Madinah, Sofyan mendapat kabar bahwa Rasulullah meninggalkan kota bersama pasukan berkekuatan sedang. Setelah mendengar bocoran itu ia mengirim utusan ke Mekah, meminta para pembesar Quraish menyiapkan bala bantuan. Masalahnya waktu terus berjalan dan pasukan Muhammad sudah meninggalkan Madinah.
Abu Sofyan menunggang kudanya dengan cepat mendahuli rombongannya. Ia berhenti di sebuah sumur di kaki bukit, tempat siapapun yang melewati daerah itu singgah mengambil air.
Di sana ia bertemu seseorang dan segera menanyainya. Orang itu mengabarkan, ada dua penunggang kuda yang berhenti di atas bukit dan memantau keadaan sebelum turun mengambil air. Sofyan minta ditunjukkan titiknya kemudian meneliti jejak-jejak yang ditinggalkan. Ia menemukan kotoran hewan yang tampaknya masih baru, lalu membongkarnya dan menemukan bijih kurma dalam kotoran itu.
“Demi Tuhan, ini adalah kotoran ternak dari Yatsrib,” gumamnya. Ia tahu pasti, orang Madinah memiliki pertanian kurma yang melimpah dan memberi makan binatang peliharaannya dengan dedaunan dan buah mahal itu.
Ia langsung memacu kudanya kembali ke kafilah dan meminta mereka berbalik mundur. Bila ia memperlambat laju kafilah, berarti pertemuan dengan pasukan Madinah bisa diperlambat dan dengan demikian masih ada waktu bagi pasukan Mekah untuk menyusul. Bila bantuan dari Mekah tiba tepat waktu, Sofyan berharap keadaan akan berbalik.
Saat meninggalkan Madinah, Nabi mempersiapkan pasukan tidak dalam jumlah besar. 350 orang adalah jumlah yang cukup untuk menghadapi kafilah dagang, bukan pasukan perang lengkap.
Namun kini dukungan pasukan Mekah sudah hampir tiba. Maka Rasulullah mengkomunikasikan hal ini kepada pasukannya. Ketika Nabi menanyakan tentang kesiapan pasukan, seorang Muhajirin bernama Miqdad menjawab, “Wahai Rasulullah jalankanlah apa yang Allah perintahkan kepadamu. Kami tidak akan berkata seperti orang Israel berkata kepada Musa. Kami ada bersamamu di kanan kirimi dan depan belakangmu,” tandasnya.
Betapa cerah wajah Rasulullah mendengar pernyataan ini dan segera memberkati orang yang mengucapkannya. Nabi lalu menoleh ke grup sahabat Anshar. Nabi sadar betul, peperangan ini akan tidak seimbang dan mungkin akan berisiko besar bagi sahabat-sahabat Madinah yang tidak punya dendam tak selesai dengan kafir Quraish.
Sedangkan dalam perjanjian Aqabah yang disepakati sebelumnya, orang Anshar hanya menjamin keselamatan Nabi ketika berada di Madinah, bukan di luar teritorial itu.
“Wahai kaumku berilah aku saran,” tandas Nabi dengan pandangan mengarah ke para sahabat Anshar. Awalnya tak seorang pun menjawab hingga Saad bin Muadz berdiri. Ya Rasulallah, tampaknya kami yang engkau maksud.
Kami telah beriman kepadamu dan mempercayai ucapanmu. Maka apapun yang kau kehendaki akan kami ikuti. bila engkau mengajak kami mengarungi lautan dan menceburkan diri ke dalamnya maka kami tetap akan bersamamu. Kami tak akan lari dari pertempuran esok pagi.
Nabi sangat gembira mendengarnya. “Maju dan bergembiralah karena Allah yang maha tinggi telah menjanjikan kemenangan satu di antara dua. Sekarang akan kita saksikan kejatuhan musuh kita itu”.
Sebenarnya Nabi berharap dapat menyerang Abu Sofyan sebelum bala bantuan tiba. Namun posisi Nabi dan pasukannya ketika itu masih satu hari dari Badar. Badar bukanlah palagan yang direncanakan, tetapi merupakan titik singgung rasional ketika rombongan dari Syam menuju Mekah disergap dari arah Madinah.
Jika Nabi sampai di Badar esok hari, kemungkinan besar bantuan dari Mekah sudah tiba. Nabi yang berkuda bersama Abu Bakar memperoleh kepastian dari seorang lelaki tua yang ditemui dalam misi pengintaian, bahwa pasukan Mekah telah mendekati Badar.
Nabi lalu mengutus tiga orang untuk merangsek jauh ke area yang mungkin telah dicapai pasukan musuh. Di sebuah mata air mereka menangkap dua lelaki petugas logistik pasukan Mekah. Mereka diikat dan dibawa ke hadapan Nabi.
“Di mana posisi mereka sekarang,” tanya Nabi.
“Merka ada di belakang bukit itu”
“Berapa jumlah mereka”
“Banyak” jawab mereka tanpa bisa memastikan angkanya.
“Berapa hewan yang dipotong untuk makanan mereka”
“Antara 9 sampai 10 ekor”
“Kalau begitu mereka 900 sampai 1000 tentara” kata Nabi.
***
Kalau ada yang mampu berkisah tentang sejarah Nabi Muhammad secara utuh, detail, dan obyektif, dialah Martin Lings. Peraih gelar Ph.D bidang Oriental and African Studies University of London ini menuangkan hasil risetnya yang mendalam selama bertahun-tahun dalam buku Muhammad: His Life Based on the Earliest Sources.
Buku 520 halaman ini adalah karya lama yang masih relavan hingga saat ini. Bahkan setelah Martin Lings wafat tahun 2005, buku yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Serambi Ilmu Semesta ini masih menjadi salah satu peraih penjualan terbaik.
Sudah banyak buku sirah nabawiyah diterbitkan, tetapi yang ini beda. Nama-nama, tempat, situasi, dan jalannya diskusi Rasulullah dan sahabatnya terekam dengan baik dengan narasi yang basah.
Tak berlebihan bila buku ini mendapat pengakuan internasional karena cukup komprehensif mencakup sumber-sumber asli yang valid dan otoritatif. Sebagai pakar studi ketimuran dan alumni sastra Arab, pria kelahira Burnage, Manchester, Inggris, 24 Januari 1909 ini cukup cermat membaca naskah-naskah kuno yang langka, dan secara naratif menuturkannya dengan indah bagai dongeng malam.
Buku ini telah diterbitkan setidaknya dalam 12 bahasa dan telah menerima banyak penghargaan. Hal itu karena Martin Lings menulisnya dengan dipenuhi rasa cinta. Martin pernah tinggal lama di Mesir dan menjadi mualaf yang memasuki agama Islam secara sempurna hingga menjadi sufi, lalu menyulih nama menjadi Abu Bakar Sirajuddin.
Ia paham benar tentang Islam, dan menceritakannya sebagai ilmuwan yang memiliki obyektifitas tinggi. Buku-buku Martin Lings yang lain adalah Religion in the Middle East dan The Eleventh Hour. Semuanya mewakili kekritisan orang barat yang dikemas dengan narasi cinta nan empatik. Allah meninggikan derajatmu, Abu Bakar Sirajuddin!
Judul: Muhammad, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik
Penulis: Martin Lings
Penerbit: Serambi Ilmu Semesta
Genre: Sejarah/ Agama
Edisi: Cet IV, April 2021
ISBN: 978-602-290-068-9