Amal ibadah yang diterima adalah yang tidak ditujukan kepada selain Allah. Setiap amalan, baik yang bersifat zahir mapupun batin, tidak akan memiliki nilai apapun selama tidak ditujukan sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah swt.
Usaha taqarrub kepada Allah itu harus dilakukan dengan kebersihan jiwa. Penghulu para sufi, Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani, mengatakan: “Tidak akan diperkenankan (duduk) di sisi Allah swt, kecuali orang yang sudah membersihkan diri dari berbagai macam kotoran (Jiwa).”
Namun manusia di dunia ini sulit lepas dari pengaruh manusia lainnya. Dalam lingkup sosial, orang sulit menjamin amal ibadahnya dilakukan tanpa pengaruh publik. Ketika berbuat baik, niat hati bisa terpeleset mengharap pujian, popularitas, bahkan status sosial.
Jika seseorang berhasil menjauhi perbuatan maksiat, itupun rawan bukan karena Allah. Bisa jadi karena takut atau malu kepada lingkungan sekitar. Hidup di tengah-tengan manusia itu repot. Nah, salah satu cara untuk menjadi independen dari pengaruh sosial adalah dengan menjadi gila.
Sejarah Islam klasik mencatat tokoh-tokoh unik yang dikenal gila, tetapi sebenarnya memiliki kewarasan tingkat tinggi. Dalam kitab Uqala al-Majanin karya Abu al-Qasim an-Naisaburi yang diusung ke dalam bahasa Indonesia oleh Turos Pustaka ini, terungkap kisah-kisah menarik tentang orang-orang gila yang memendam hikmah sufi.
Dalam buku setebal 450 halaman ini terdapat kisah-kisah unik tentang 63 tokoh edan yang kelakuan, pembicaraan, dan syair-syair sindirannya mengugah kesadaran hakiki. Mereka selalu memiliki jawaban yang berdaya kejut tinggi dan tidak terduga. Di dalam kitab ini terdapat pula kisah-kisah orang gila tidak dikenal yang kebijaksanaannya menjadi tuntutan hingga sekarang.
Kegilaan itu berbeda dengan kedunguan. Dungu sering diidentikkan dengan bodoh, tetapi gila bisa berarti berbeda, nyeleneh, nekat, atau spektakuler. Orang gila dalam pengertian luas adalah orang yang tidak umum. Gila dalam bahasa Arab adalah “Junun” atau “Majnun” yang secara harfiah berarti kena gangguan jin. Tetapi secara etimologis gila adalah istitar (tertutup).
Tokoh-tokoh dalam kitab ini berpenampilan benar-benar gila. Mereka lusuh, membawa barang-barang aneh, diledek anak-anak kecil, bermain pasir, dan penyendiri. Tetapi di balik misteriusnya penampilan, mereka memiliki hikmah mendalam dan memiliki jawaban tak terduga pada setiap masalah yang dihadapi.
Sejarah Islam mencatat eksistensi tokoh-tokoh gila yang memiliki kedekatan khusus dengan Allah, dan untuk itu mereka memiliki kebijaksanaan kenabian. Salah satu yang paling populer adalah Uwais al-Qarni, pemuda Yaman yang hidup sendiri hanya dengan ibunya yang tua dan lumpuh. Uwais dikenal sebagai lelaki gila yang sering bertingkah nyeleneh, misalnya menggendong anak sapi naik-turun bukit.
Uwais cukup dikenal masyarakat, tetapi sangat tidak populer. Ia hanya dianggap orang miskin yang kurang waras. Kehidupannya sangat kekurangan, bahkan hanya memiliki satu setel pakaian yang dikenakan saja. Bila itu dicuci, ia menunggunya hingga kering.
Namun pada suatu ketika Rasulullah berpesan kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib. “Carilah Uwais al-Qarni, dan mintalah kepadanya agar memohonkan ampun untuk kalian”.
Pesan itu terus diingat sahabat Umar dan Ali, namun mereka belum berkesempatan berkunjung ke Yaman. Sepeninggal Rasulullah, kedua sahabat mulia ini pergi ke Yaman untuk menunaikan pesan rasulullah. Setelah bertanya ke sana kemari, ternyata diketahui Uwais adalah “orang gila”.
Uwais dan ibunya adalah seorang muslim yang masuk Islam setelah mendengar seruan Nabi Muhammad sejak beliau masih di Mekah. Bahkan Uwais pernah pergi ke Madinah menemui Nabi, tetapi tidak berhasil bertemu karena Rasulullah sedang dalam misi pengintaian perang.
Singkat cerita, setelah kedatangan sahabat Umar dan Ali, warga baru menyadari bahwa Uwais al-Qarni adalah orang saleh yang namanya harum di alam langit. Semua tingkah lakunya yang tak normal adalah alibi agar dia terbebas dari “gangguan” sifat kemanuisaan.
Adapun hobinya menggendong anak sapi naik turun bukit adalah sebagai latihan, karena pada musim haji ia menggendong ibunya dari Yaman ke Mekah melewati padang tandus yang panas. Di tanah suci pun Uwais menggendong ibunya berthawaf, sa’i, dan semua rangkaian ibadah haji. Di depan Kakbah air mata sang Ibu tumpah. Uwais pun berdoa, “Ya Allah, ampuni semua dosa ibu”. Sepeninggal ibunya, Uwais pergi entah kemana dan hanya pernah ditemui orang beberapa kali saja.
Dalam buku yang ditulis pada awal abad 11 Masehi ini, dihimpun banyak tokoh unik yang memiliki kebijaksanaan luar biasa. Naskah ini ditulis dengan standar perawian hadis, namun dalam buku terjemahan ini rantai periwayatannya sengaja dipangkas agar para pembaca fokus pada kisah yang disampaikan.
Dalam khazanah Islam Indonesia, “kegilaan bijaksana” seperti ini juga dikenal. Kalangan pesantren mengenal kata jadzab. Sebenarnya jadzab adalah orang-orang yang dikhususkan oleh Allah untuk bermahabbah kepada-Nya. Orang jadzab tidak dapat mengingat apapun kecuali zat Allah saja.
Namun secara awam, jadzab disematkan pada orang yang sering bertingkah nyeleneh tetapi memiliki kelebihan. Bahkan biasanya yang bertingkah laku seperti itu adalah putra kiyai. Jadzab sebenarnya adalah fenomena yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang memiliki kepekaan tertentu.
Misalnya KH. Hamim Tohari Djazuli alias Gus Miek (1940-1993). Gus Miek adalah putra kiyai Djazuli Usman, pengasuh salah satu pesantren di Ploso, Kediri, Jawa Timur. Semasa hidupnya Gus Miek dikenal suka keluar masuk tempat hiburan malam dan bertingkah laku nyeleneh.
Tokoh sufi yang juga hafiz al-Qur’an ini hampir tiap malam menyusuri tempat-tempat gemerlap di Jawa Timur, keluar masuk klub malam dengan mengenakan celana jins dan kaos oblong. Ia sering terlihat mengobrol dengan wanita penghibur, tukang becak, dan penjual kopi di pinggiran jalan.
Belakangan diketahui ternyata Gus Miek berdakwah di tempat-tempat tersebut. Seorang kiyai pernah mengajukan pertanyaan kepada Gus Miek tentang perasaannya melihat wanita-wanita malam di tempat seperti itu. “Aku setiap kali bertemu wanita walaupun secantik apapun dia dalam pandangan mataku yang terlihat hanya darah dan tulang saja. Jadi, jalan untuk syahwat tidak ada,” jawabnya.
Judul Buku: Kitab Kebijaksanaan Orang Gila
Judul Asli: Uqala al-Majanin
Penulis: Abu al-Qasim an-Naisaburi
Penerbit: http://turospustaka.comTuros Pustaka
Genre: Islam
Tebal: 450 halaman
Edisi: Hard Cover Cetakan 3, Maret 2021
ISBN: 978-623-7327-25-7