Jalan Pulang – Perjalanan selalu menarik dibicarakan. Ini bukan hanya tentang pergi ke mana dan bersama siapa? Tapi lebih dari itu. Yakni apa tujuan perjalanan dan hal menarik apa yang diperoleh saat bertualang.
Perjalanan bukan melulu soal jarak dan waktu. Ia juga berkaitan dengan pengalaman fisik dan batin yang melibatkan beragam emosi; kebahagiaan, kesedihan, marah dan sebagainya. Itu semua menjadi warna dalam perjalanan dan menambah kaya pengalaman hidup. Sesuatu yang tidak semua orang bisa melakukannya. Perjalanan menjadi privelege. Sangat personal.
Jalan Pulang, merupakan tulisan panjang pengalaman perjalanan spiritual jurnalis kawakan harian Kompas, Maria Hartiningsih saat menempuh peziarahan menuju Katedral Santiago de Compostela. Lokasi itu berada di ibu kota bagian barat laut Spanyol, tepatnya di wilayah Galicia. Untuk menuju ke sana, penulis menempuhnya dengan berjalan kaki selama delapan hari. Mulai dari Sarria, yang berada di Provinsi Logo, barat laut Spanyol.
Petualangan yang panjang, jauh dan melelahkan bagi penulis. Tapi justru dalam kesulitan-kesulitan yang ia jalani itu, penulis menemukan banyak insight yang membuatnya semakin kaya secara rohani.
Novel Paulo Coelho, “The Pilgrimage” yang menginspirasi Maria Hartiningsih untuk melakukan peziarahan menuju Santiago de Compostela. Bagi penulis, ziarah itu sebagai jalinan petualangan menakjubkan dan penjelajahan spiritual seseorang untuk menemukan jalannya: suatu parabel untuk pencari.
Buku ini terdiri dari empat bab yang lezat yakni Santiago de Compostela, Lourdes, Plum Village dan Oran-Mostaganem.
Ibarat menikmati sepotong cake sembari ngopi, tidak buru-buru menghabiskannya. Pun membaca buku ini, saya sengaja melambatkan ritme untuk ikut merasakan denyar pengalaman peziarahan penulis.
Gaya bercerita penulis sangat asyik, detil, kaya warna dan kontemplatif. Latar belakang penulis yang jurnalis membuat tulisannya terasa hidup dan mengajak pembaca untuk ikut merasakan apa pun yang penulis temui selama perjalanan sampai hal-hal paling kecil.
The Camino Santiago de Compostela
The Camino atau “Jalan”, begitu The Camino Santiago de Compostela lazim disebut. Merupakan jalur budaya Eropa pertama oleh Konsil Eropa pada tahun 1987 dan sebagai Warisan Kebudayaan Umay Manusia (Cultural Heritage of Mankind) oleh PBB untuk Pendidikan, Sains dan Budaya (UNESCO) pada 1993. Sedangkan kota tuanya dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada 1998..
Santiago de Compostela merupakan situs suci dalam tradisi Kristiani setelah Jerusalem dan Roma. Bedanya, dengan Roma dan Jerusalem, Santiago de Compostela lebih familiar oleh peziarah di Eropa.
Di jalur menuju tempat yang diyakini sebagai makam San Tiago di dalam Katedral Santiago itu terdapat 1800 karya cipta Seno dan arsitektur, mewakili kelahiran seni Romawi. Ada pula katedral-katedral berarsitektur gotik, Renaisans, dan barok, serta rangkaian biara dan gereja.
Rute paling populer menuju Katedral Santiago adalah jalur Prancis. Rute itu terbentang dari Saint-Jean-Pied-de-Port, wilayah Prancis dari Pyrenees menuju Roncesvalles di wilayah Spanyol. Lalu, Camino de Santiago dilanjutkan melalui empat kota utama, yaitu Pamplona, Logrono, Burgos dan Leon sejauh 800 kilometer.
Doa
Sebelum jauh mengembara menyusuri Jalan Camino, ada bagian paling menarik yang sangat menyentuh dari penulis. Yakni, saat Maria Hartiningsih mendedah pemahaman spiritualnya tentang doa pada jamaah bukunya.
Penulis dengan liris menyebut, bahwa baginya doa tak punya batas ruang dan aturan.
Doa tak hanya didaras di tempat sunyi atau rumah-rumah ibadah. Baginya, doa adalah saat dia bernafas dengan sadar penuh; mendengarkan orang, menemani yang berduka, menyimak, menyiangi rumput liar dan menyapu daun kering, mengamati lukisan awan di langit sebelum dibuai angin, berjalan, memasak, makan, minum, mandi, buang air dan menulis.
Dalam tutur yang indah, penulis juga menguraikan doa sebagai aksi saat dirinya memberi, menerima, dan memaafkan dengan sadar penuh, mengakui kesalahan dan meminta maaf, mengungkapkan kebenaran yang tidak menyenangkan, mengatakan tidak tahu dan berbela rasa. Doa juga berwujud saat ia menolak menyakiti orang lain, menolak menimbun kotoran yang menyumbat cahaya kejernihan di ruang batin.
Kuil ibadahku berdiam di dalam hati dan kunyawai dalam kehidupan, kubawa ke mana pun pergi.
Ziarah
Maria Hartiningsih memaparkan makna ziarah yang luas. Dimensi itu, kata penulis ada pada hampir semua kepercayaan, agama dan non-agama, dalam berbagai periode bersejarah. Ia juga memaparkan tulisan Simon Coleman dan John Eisner yang menjelaskan sangat baik peran historis ziarah dalam tradisi Hindu, Islam dan Kristen.
Penulis menukil, ziarah merupakan bagian penting dari kehidupan kultural dan spiritual masyarakat Eropa Barat sejak berabad-abad lalu. Hingga sekarang, sebagian orang masih berharap bisa melakukan ziarah dengan jalan kaki, setidaknya sekali seumur hidupnya, apa pun resikonya, menuju Santiago de Compostela.
Dalam bahasa puitik, penulis menyebut ziarah adalah perjalanan menuju entah. Perjalanan itu tak memiliki definisi baku. Setiap orang melakukan peziarahan dengan cara masing-masing.
Renungan
Sebagai catatan perjalanan, tulisan penerima penghargaan Yap Thiam Hien untuk Hak Asasi Manusia kategori Pendidik (2003) melebihi ekspektasi. Tidak hanya bicara tujuan, transportasi, akomodasi dan hal-hal duniawi lainnya yang menyertai perjalanan pada umumnya.
Tapi justru membeberkan dinamika-dinamika yang terjadi selama di jalan, antisipasi pada segala kemungkinan tidak menyenangkan, dan pergulatan batin selama di jalan yang justru menjadi inti dari peziarahan itu sendiri.
Detil-detil yang Maria Hartiningsih tulis, seperti keindahan panorama pedalaman Spanyol, keindahan fasad-fasad arsitektur peninggalan Romawi dan kuliner yang ia cecap selama perjalanan, memancing rasa ingin tahu pembaca dan bisa menginspirasi untuk melakukan peziarahan yang sama dengan penulis.
Jalan Pulang
Sebagai jurnalis yang puluhan tahun menekuni profesinya, kekayaan pengalaman hidup Maria Hartiningsih tak perlu kita ragukan lagi. Pertemanannya dengan banyak orang dengan beragam latar belakang sosial berbeda juga terungkap dalam buku ini.
Pemahamannya pada iman yang ia yakini membuatnya menjadi sosok yang luas hati, penuh toleransi dan terbuka pada siapa pun.
Jalan Pulang, bukan sekedar catatan perjalanan jurnalistik, tapi juga renungan hidup serta literatur hidup berkesadaran dan penuh rasa syukur pada sekecil apa pun berkat Tuhan.
Identitas Buku
Judul Buku | Jalan Pulang |
Penulis | Maria Hartiningsih |
---|---|
Dimensi | 14 x 21 cm |
Cetakan | Kelima, Januari 2023 |
Halaman | xix + 497 |
Cover | Soft Cover |
Penerbit | Kepustakaan Populer Gramedia |
ISBN | 977-602-424-222-0 |