Paket Komplet yang Tidak Menarik
Kalau diibaratkan, pernikahan itu sama seperti membeli paket komplet. Sayangnya, kita tidak tahu bagaimana item lain yang dijadikan bonusnya. Setelah menikah kita harus—mau tidak mau—menerima item lain yang dijadikan bonus dan terikat pada suami. Bonus itu adalah orang tua suami, saudaranya, teman-temannya, dan semua orang yang terkait dengan suami. Mereka semua harus kita terima sama ikhlasnya dengan saat harus menerima suami.
“Ah, beruntungnya para istri yang dapat bonus paketnya bagus, mulus, dan nyenengin hati. Nah, aku dapatnya malah yang membuat nangis tiap malam,,” istri seorang di Facebook yang men-curhat-kan “paket bonusan’-nya.
“Untung banget suami saya. Dia dapat paket bonusan bagus. Saya dapatnya keluarga kepo, mertua cerewet, dan teman-teman yang nggak banget. Apes!” kata istri lainnya.
Apalagi kalau mendapat keluarga yang serba ribet: diperlakukan baik, katanya kita sok baik dan caper, diperlakukan tegas katanya kita ini cerewet, eh, dijauhi katanya kita sombong.
Yah, untuk yang satu ini memang kita tidak bisa merencanakan. Kita juga tidak bisa merancang bagaimana keluarga baru kita nantinya. Semua memang diciptakan sepaket dengan suami. Merekalah yang mendidik dan menjadikan suami sampai saat ini. Mungkin kalau bukan mereka keluarganya suami, kita juga tidak akan bertemu dengan suami. lya, kan?
Sebenarnya, setiap keluarga memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Ya, sama dengan keluarga kita. Kita juga kadang jengkel dan kesal dengan keluarga kita sendiri, kan? Namun, kita tidak bisa melepaskan diri dari keluarga. Kita mau tidak mau menerima mereka. Akhirnya, kita menganggap semua yang dilakukan keluarga kita ini jadi sangat biasa.
Hal tersebut berbeda dengan keluarga baru yang menurut kita, mereka adalah orang lain. Alam sadar kita meletakkan mereka ke dalam golongan yang sama dengan tetangga. Kita menolak untuk mendalami banyak hal dari mereka yang tidak cocok dengan kita. Yang paling buruk adalah dari keluarga baru tersebut juga muncul pemikiran yang sama. Hal inilah yang membuat masalah makin meruncing.
Tidak. Saya tidak melarang Anda untuk meluapkan emosi. Memang banyak sekali pasutri yang harus berpisah karena kondisi keluarga yang terlalu menekan dan tidak bisa dihindari. Saya paham benar bagaimana perasaan Anda. Namun, berilah waktu sebentar bagi diri sendiri untuk menilai seberapa parah kondisi keluarga tersebut. Apakah memang tidak bisa dipertahankan? Jika Anda masih ingin mencoba sekali lagi memberi kesempatan bagi diri sendiri untuk mereka, mungkin tips ini bisa berguna.
Jangan Marah
Kalau menghadapi orang-orang yang tidak bersikap baik, kita memang kerap terpancing untuk marah. Rasanya ingin sekali membuat orang itu merasakan apa yang kita rasakan. Ya, itu tidak salah. Itu hal yang wajar sekali. Namun, hal tersebut tidak akan menyelesaikan masalah. Justru amarah demi amarah akan semakin menjauhkan hubungan kekeluargaan. Tidak ada keluarga yang dibangun dengan emosi, pasti akan berantakan. Balaslah keburukannya dengan kebaikan dan jangan diungkit lagi.
Berat? Memang.
Yang perlu Anda lakukan adalah menjelaskan pada mereka jika terjadi kesalahpahaman dan tetap berbuat baik seperti pada orang tua sendiri.
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Asy-Syuura: 40)
Doakan
Kalau memang merasa sedan dizalimi oran, saya sarankan segera berdoa. Tapi jangan doakan keburukan orang itu. Sayang. Apalagi kalau nanti diaminkan malaikat terus didoakan yang sama juga ke Anda. Wuih, serem, ah!
Kalau merasa lagi dizalimi, gunakan waktu itu untuk mendoakan kebaikan Anda, mendoakan suami, dan kehidupan Anda yang baik ke depannya. Insya Allah doa itu yang akan membawa kebaikan dalam hidup Anda nantinya.
Kapan? Tergantung pada apa yang Anda lakukan setelah berdoa. Kalau setelah berdoa Anda melakukan lebih banyak kebaikan lagi, ya Insya Allah akan dimudahkan. Kalau setelah berdoa Anda malah ngerumpi ke sana kemari—apalagi sampai obral drama di status Facebook—ya … mungkin akan lebih lama permohonan Anda terkabul.
Bersikap Positif
Tunjukkanlah sikap positif dengan tampil ceria dan santun. Woooh … iya, memang benar menahan perasaan itu sakit sekali. Namun, jika Anda bisa melakukannya, hasilnya akan luar biasa. Keluarga baru Anda suatu saat pasti akan takjub melihat betapa kuatnya Anda. Suatu hari mereka akan tahu siapa Anda yang sebenarnya. Apalagi kalau Anda juga menjaga cara bicara, seperti dengan tidak membicarakan mereka di belakang, tidak membalas hal buruk yang mereka katakan, dan tidak berprasang. ka buruk. Lagi pula, bukankah Allah sudah berjanji akan memberikan hadiah yang indah bagi orang yang bersaba terhadap cobaan?
“Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali Imran: 146)
Bicara dengan Suami
Ceritakan apa yang menimpa Anda pada suami. Ceritakan dengan tenang. Laki-laki itu penuh dengan logika. Mereka tidak suka mendengar cerita sentimental dengan air mata dan rengekan membingungkan.
Ceritakan dengan nada bicara yang tenang dan runut. Jika Anda memang bersalah, ucapkanlah maaf. Jika tidak, jelaskan dengan baik kepadanya. Kalau perlu, tunjukkan bukti. Katakan kepadanya apa yang Anda inginkan dari obrolan tersebut.
Yah, memang hal tersebut akan menyakiti sisi keperempuanan kita yang lebih suka drama dan mudah baper. Namun, kita memang harus menjelaskan dengan cara yang paling bisa diterima suami, bukan?
“Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus terang kecuali oleh orang yang dizalimi. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. An-Nisa: 148)
Jaga Jarak
Hal terbaik untuk menjaga hubungan yang baik dengan keluarga baru adalah dengan menjaga jarak. Semakin sering Anda dan suami bertemu dengan keluarga baru (dari kedua belah pihak), pasti nantinya akan ada saja masalah yang ditimbulkan. Ketidakcocokan, aib, semua akan dengan mudah terbuka dan diketahui. Ini akan menimbulkan ganjalan di hati. Menumpuk terus sampai akhirnya meledak.
Orang tua dan mertua saya sepakat bahwa kami memang tidak boleh tinggal bersama mereka. Sebisa mungkin, bagaimanapun caranya kami harus melepaskan diri secepatnya dari mereka. Kenapa? Karena mereka sudah punya pengalaman mengenai hal ini.
Sekalipun tidak berada dalam satu atap atau bahkan berbeda kota, jaga silaturahmi dengan baik. Memberi kabar lewat telepon atau bertegur sapa melalui media elektronik bukan hal yang sulit, bukan? Mereka juga ingin tahu bagaimana kondisi keluarga Anda. Ceritakan halhal baik dan tanyakan bagaimana kabar mereka. Ini akan menjadi penyambung silaturahmi yang baik.