Jakarta – Banyak tokoh di dunia ini yang memiliki hobi membaca, tak terkecuali tiga Chief Executive Officer (CEO) perempuan di perusahaan besar di dunia.
Berikut ini tiga rekomendasi buku dari CEO perempuan.
1. Pendiri dan CEO IlumiNative, Crystal Echo Hawk merekomendasikan buku The Sentence oleh Louise Erdrich.
Kisah hantu modern ini berlatar di toko buku milik warga di Minneapolis selama awal pandemi Covid-19 dan protes setelah pembunuhan. Di tengah kekacauan ini, karyawan toko harus memecahkan misteri.
“Louise Erdrich adalah harta nasional untuk penduduk asli Amerika dan salah satu penulis paling signifikan di zaman kita,” ujar Hawk.
Memakai humor, referensi sejarah dan detail kreatif, Erdrich menunjukkan kepada pembaca bagaimana kekerasan dan rasisme sistemik terhadap penduduk asli dan kulit hitam memiilki akar yang dalam yang semuanya dimulai jauh sebelum 2020.
2. CEO Feeding America Claire Babineaux-Fontenot merekomendasikan buku Pride and Prejudice oleh Jane Austen
Jane Austen sering dipuji sebagai salah satu penulis perempuan terbaik sepanjang masa. Babineaux-Fontenot melihat buku Jane Austen sebagai kisah peringatan. Ini terutama untuk karya klasik Austen pada 1813 berjudul Pride and Prejudice yang mengisahkan cerita asmara Elizabeth Bennet dan Fitzwilliam Darcy.
Babineaux-Fontenot menuturkan, novel ini meski novel roman tetapi menyampaikan lebih banyak tulisan daripada renungan tentang cinta.
“Tulisannya telah memaksa saya untuk melihat praduga saya sendiri, saya yakin, sangat yakin Mr Darcy adalah orang jahat, dan mengapa? . Ini dan tulisannya yang lain membantu saya menguji asumsi saya tentang orang dengan cara yang hanya dimiliki beberapa karya sastra untuk saya, dan saya pikir telah tumbuh sebagai pribadi melalui refleksi itu,” kata dia.
3. Co-founder dan CEO Leanin-org, Rachel Thomas merekomendasikan Dyslexic Advantage: Unlocking the Hidden Potential of the Dyslexic Brain oleh Fernette and Brock Eide
Menurut penelitian dari National Institute of Health, disleksia adalah salah satu ketidakmampuan belajar yang paling umum di antara anak-anak dan mempengaruhi sekitar 20 persen orang di Amerika Serikat.
“Lebih penting lagi, ini menggarisbawahi betapa pentingnya bagi pemimpin untuk belajar tentang pengalaman yang bukan milik kita dan untuk bersandar pada perbedaan dalam cara orang berpikir dan bekerja,” ujar dia.
Ia mengatakan, ini berfungsi sebagai pengingat penting terlalu sering tidak fokus pada penyandang disabilitas. “Ketika kita berbicara tentang keragaman, kesetaraan dan inklusi, dan itu perlu diubah,” kata dia. (ST/JBR)