Selain diwajibkan melaksanakan ibadah ritual, setiap orang beriman juga harus bekerja. Mereka melakukan suatu hal, kemudian mendapatkan keuntungan dari kerja tersebut.
Nah, ada pertanyaan, jika bekerja di sebuah lembaga yang pemimpinnya atau bahkan orang-orang di dalamnya melakukan kezaliman, maka apakah dibolehkan bekerja di sana? Halalkah gaji yang dia terima dari lembaga tersebut?
Dalam hal ini, seorang ulama sufi Imam Al-Harits Al-Muhasibi mengurai masalah tersebut dalam karyanya berjudul al-Makasib. Buku ini diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi Jika Tuhan Mengatur Rezeki Manusia, Mengapa Kita Harus Bekerja?
Mengapa Kita Harus Bekerja?
Al-Muhasibi mengungkapkan pendapatnya mengenai hal ini dalam buku tersebut. Rujukannya adalah pendapat sejumlah ulama otoritatif. Masing-masing pendapat didasarkan pada referensi yang banyak menjadi rujukan, misalkan sejumlah hadis, juga beberapa ayat Alquran.
Tentang mana yang arjah alias yang paling kuat untuk dijadikan sandaran, hal itu dikembalikan kepada masing-masing orang. Mengenai isi buku tersebut, saya menganjurkan pembaca untuk membaca buku al-Makasib, baik yang masih berbahasa Arab, atau yang sudah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, seperti yang diterbitkan Penerbit Turos.
Profil buku
Ini adalah buku yang sederhana dan mudah dibawa kemana pun. Dimensinya 13 x 19 cm, 208 halaman. Kover buku ini diperindah dengan warna abu-abu yang berpadu dengan hijau dengan ilustrasi nuansa gemerlap kehidupan kota.
Penerbit berinisiatif mengalihbahasakan dan menyebarluaskan buku tersebut karena beberapa pertimbangan. Pertama, ini adalah karya yang sangat klasik seputar tasawuf. Penyusunannya dilakukan sebelum masa Al-Ghazali yang hidup pada abad ke-11.
Kedua, buku ini banyak mengutip Alquran dan hadis yang merupakan dasar bangunan tasawuf. Jika kita menghayati dalil-dalil tersebut, membacanya dengan ‘rasa’, maka akan menyentakkan hati kita, tercerahkan dengan penjelasan Al-Muhasibi.
Ketiga, yang dibahas Al-Muhasibi adalah hal yang mendasar, tentang mencari penghidupan. Suatu rutinitas yang menjadi keniscayaan banyak orang. Buku ini semacam acuan bekerja. Kalau dibaca sampai khatam, maka kita akan bisa menentukan apa yang harus dikerjakan dan sebaliknya, apa yang harus ditinggalkan.
Siapakah Al-Muhasibi?
Dia adalah sufi generasi awal. Tulisan-tulisannya mempengaruhi pemikiran Abu Hamid al-Ghazali. Dia menjadi tokoh yang pertama kali membahas masalah moral dan hal-hal yang berkaitan dengannya seperti latihan jiwa, taubat, sabar, ikhlas, tawakal, takwa, dan rasa takut. Pemikiran Al-Muhasibi merupakan kombinasi syariat dengan hakikat. Gelar al-Muhasibi diberikan kepadanya karena sering mengadakan muhasabah atau introspeksi.
Di Baghdad, Al-Muhasibi menjadi salah satu pendiri aliran tasawuf bersama dengan al-Junaid, Abu Hamzah al-Bagdadi, Abu Husain al-Nuri, dan Sarri as-Saqti.