Banyuwangi – Perpustakaan Britania Raya di Eropa, British Library, melakukan digitalisasi naskah kuno di Kabupaten Banyuwangi dan sekitarnya. Program bertajuk Endangered Archives Program (EAP) itu dilaksanakan selama satu tahun denfgan mengandeng sejumlah peneliti lokal.
“Sebenarnya, program digitalisasi naskah kuno ini sudah dimulai sejak Agustus tahun lalu dan berakhir sampai Agustus tahun ini. Pada paruh pertama ini, kita fokus pada tahapan persiapan Sumber Daya Manusianya,” ungkap Koordinator Peneliti Program EAP Banyuwangi Wiwin Indiarti saat ditemui di tengah kunjungan di kediaman pemilik naskah di Kampunganyar, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Minggu (20/3/2022).
Pada tahap awal, dilakukan serangkaian workshop terhadap anggota tim, baik tim peneliti, tim pemotretan dan pengisian metadata, hingga agen lokal.
“Workshop dilakukan untuk memastikan hasil yang didapat sesuai dengan standard yang telah ditetapkan oleh British Library,” terangnya.
Program itu menargetkan pemotretan 80 naskah kuno yang ada di Banyuwangi dan kawasan tapal kuda. Seperti Jember, Bondowoso, Situbondo dan Lumajang. Digitalisasi tersebut, menurut salah satu anggota peneliti yang lain, Fiqru Mafar, bertujuan melakukan penyelamatan terhadap naskah kuno yang rentan rusak.
“Dengan digitalisasi ini, naskah-naskah kuno yang rentan rusak, dapat terselamatkan. Setidaknya, data yang ada di dalam naskah tersebut. Sehingga memori kolektif masyarakat dalam naskah tersebut masih bisa diselamatkan,” jelasnya.
Tujuan lainnya menyebarluaskan pengetahuan yang terdapat dalam naskah-naskah langka itu. “Jika selama ini hanya diakses secara terbatas, dengan digitalisasi ini, nantinya bisa diakses secara bebas melalui portal EAP. Kapan saja dan dimana saja,” terangnya.
Agenda digitalisasi ini pun disambut antusias oleh sejumlah pemilik naskah. Di antaranya adalah Suwarno dari Kampung Rejopuro, Desa Kampunganyar, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Ia merasa senang naskah-naskah warisan para sesepuh yang disimpannya itu nanti bisa dibaca luas.
“Saya senang. Akhirnya yang membaca tidak hanya orang Rejopuro. Tapi, juga bisa dibaca oleh orang dari seluruh dunia. Semoga ini bermanfaat dan berkah,” ungkap pria yang juga sebagai kepala adat di kampungnya itu.
Hal yang sama juga diakui oleh Ayung Notonegoro. Selaku pemilik naskah dan juga agen lokal dalam program tersebut, ia mengapresiasi langkah digitalisasi itu.
“Program ini juga bisa menjadi etalase untuk menunjukkan kekayaan intelektual dan tradisi leluhur kita ke dunia. Sehingga nantinya bisa menggerakkan penelitian dan kunjungan terhadap harta karun yang tersimpan di daerah kami,” papar founder Komunitas Pegon itu. (ST/JBR)