Bencana seperi erupsi semeru sudah pasti mengakibatkan duka dan lara. Namun, bencana itu bukan berarti membuat setiap orang yang terdampak tidak bahagia. Mungkin, dari bencana yang berlangsung, seseorang justru bahagia yang luar biasa.
Imam Al-Ghazali dalam Kimiyaus Sa’adah menjelaskan bahagia itu muncul karena keseimbangan amarah, nafsu, dan ilmu. Amarah yang lepas kontrol mematikan akal, sehingga tak menerima ilmu. berpotensi bodoh.
Kitab tersebut merupakan bagian dari buku berjudul Resep Bahagia Imam Al-Ghazali terbitan Turos Pustaka Jakarta.
Kembali ke soal menghadapi bencana. Ketika mengalami bencana erupsi Semeru misalkan, jika tak dapat mengendalikan amarah, maka seseorang akan nekat menerobos hawa panas sehingga tewas.
Namun, jika amarah terkendali, maka akan membuahkan sabar. Pikiran jernih dalam menyikapi keadaan. Gerak dan langkah terukur. Cermat. Sehingga selamat menghadapi erupsi Semeru.
Nafsu
Kemudian ada potensi nafsu. Potensi ini akan berbahaya jika tanpa kendali. Dia akan mendorong orang untuk berbuat jahat dan menang sendiri. Menjadi individualistis dan serakah.
Namun, jika terkendali dengan baik, nafsu akan mengarahkan untuk berhasrat membantu orang lain, berbagi, bahkan berkorban.
Ilmu
Ilmu merupakan cahaya Allah yang tersimpan dalam hati. Ketika bermanfaat, ilmu akan menggerakkan nafsu untuk menggerakkan organ tubuh melakukan kebaikan.
Dalam konteks bancana, ilmu akan mendorong seseorang untuk menyelamatkan diri. Juga mengingat Allah atau dzikrullah. Dengan zikir kepada Allah, kesedihan tergantikan dengan doa, ibadah, dan tawakkal.
Dengan pemikiran itu, pikiran orang bahagia. Yaitu optimisme menghadapi bencana. “Aku mampu menghadapi erupsi semeru,” begitu kira-kira suara hati yang tersinari ilmu.
ibadah
Tak bisa sendirian. Ilmu harus dibarengi dengan ibadah. Cahaya Allah diperoleh melalui proses panjang. Ada ketekunan membaca dan menganalisis. Juga didukung dengan akhlak mulia menghormati dan berkhidmah kepada guru dan masyarakat. Plus mengapresiasi masyarakat.
Ilmu yang dibersamai ibadah akan menghasilkan kemuliaan atau karamah. Tatkala tersimpan di hati, keduanya menjadi energi hebat yang mematahkan godaan setan di tengah berbagai situasi, termasuk ketika menghadapi erupsi Semeru.
Momentum belajar dan ibadah
Bencana erupsi Semeru yang belum lama terjadi bukanlah yang pertama. Pada tahun lalu, bencana yang sama juga terjadi. Begitu pula pada masa sebelumnya.
Momentum ini harus dijadikan pelajaran berharga tentang mengapresiasi alam. Juga kesempatan untuk semakin banyak mendekati Allah. Segala ibadah yang bersifat vertikal dan horizontal harus dikuatkan.
Dengan pemikiran itu, erupsi Semeru bukan mematahkan semangat. Tapi justru menjadi penyemangat diri untuk menjadi lebih baik.
Oleh sebagian orang, bancana seperti ‘batuk’ Semeru merupakan bencana. Namun sebagian lainnya justru memahami hal tersebut sebagai anugerah.
Dari Semeru menjadi bahagia
Berkat Semeru Allah dekat dengan kita