Islam secara tegas mengharamkan umatnya meminum minuman keras. Sifat miras yang memabukkan membuatnya termasuk dalam kategori khamr. Meski begitu, meminum alkohol kini menjadi sebuah kebiasaan yang jamak dilakukan remaja dan dewasa. Salah satu alasan mereka meminum alkohol yakni untuk meraih kebahagiaan yang belum mereka dapatkan dalam hidup. Lantas, bagaimana pendapat ulama tentang pernyataan bahwa alkohol dapat menjadi sumber kebahagiaan? Apakah ini bisa menghalalkan konsumsi alkohol?
Ibnu Sina, seorang filsuf, ilmuan, dan dokter muslim yang terkemuka di dunia. Ia dengan tegas membantah pernyataan ini. Dalam buku Kitab Kesehatan Mental bagian Resep Bahagia Ibnu Sina, ia menyatakan bahwa keadaan orang yang terpengaruh alkohol sangat siap menerima keadaan tertentu cukup dipantik dengan penyebab yang paling lemah.
Analoginya, sebatang kayu dan belerang akan menghasilkan keadaan yang berbeda jika dipantik dengan api. Belerang akan dengan mudah terbakar meskipun hanya terkena percikan api yang kecil. Dengan api yang sama, kayu tidak akan terbakar. Begitu pun dengan jiwa, ketika jiwa memiliki ruh yang punya kesiapan untuk keadaan bahagia, ia akan bahagia meski hanya dengan penyebab paling lemah.
Itulah yang para pengonsumsi alkohol rasakan. Ia merasakan kebahagiaan yang begitu besar sehingga muncul asumsi bahwa alkohol memang sumber kebahagiaan. Padahal, faktanya tidak demikian.
Ketika alkohol masuk ke dalam tubuh, ia melahirkan ruh yang begitu banyak. Temper dan unsur ruh menjadi seimbang serta memunculkan cahaya yang sangat terang. Dengan begitu, ruh menjadi lebih siap menerima kebahagiaan meski dengan pemantik yang paling kecil.
Ruh manusia juga lebih tergoda dengan kebahagiaan yang instan daripada menjalani proses yang sulit. Kenikmatan dari alkohol membuat peminumnya terlena dengan angan-angan indah daripada memperhitungkan akal sehat.
Penyebab Bahagia dan Sedih
Bahagia dan sedih pasti memiliki sebab. Ada penyebab yang kuat dan ada pula yang lemah. Ada yang dikenali dan tidak dikenali. Di antara kebahagiaan atau kesedihan yang tidak dikenali, ada penyebab yang sering dibiasakan. Karena selalu dibiasakan, perasaan kita menjadi tumpul dan tidak merasakannya.
Contohnya, ketika orang perkotaan pergi ke desa, ia akan bahagia melihat pemandangan yang indah. Namun, ketika ia telah tinggal di desa itu bertahun-tahun, pemandangan indah tidak lagi bisa menyebabkan kebahagiaan karena sudah sering dilihat.
Ada tiga hal utama yang dapat menyebabkan kebahagiaan, di antaranya: pertama, keadaan indra yang menyaksikan alam sekitar. Kedua, memiliki teman, tidak merasa sendirian. Ketiga, tercapainya suatu keinginan seketika dan melanjutkan tujuan tanpa gangguan.
Di samping ketiga penyebab di atas, hal-hal lain seperti cita-cita, masa lalu, angan-angan, mengobrol, kagum, menolong, berbohong, dan hal-hal kecil lainnya juga bisa memicu kebahagiaan. Hal itu bergantung kepada keinginan dan kebiasaan seseorang.
Penyebab kesedihan juga berlaku sama seperti kebahagiaan dalam hal kuat dan lemahnya pengaruh. Di antara penyebab kesedihan antara lain: pertama, mengingat bahaya, rasa sakit, kedengkian, dan interaksi serta pergaulan yang keras. Kedua,overthinking akan hal-hal menakutkan yang mungkin datang. Ketiga, tidak dapat mengejar tujuan. Keempat, berhenti dari pekerjaan, memikirkan musibah yang tiba-tiba terjadi.
Dengan berbagai penyebab bahagia dan sedih, keduanya bisa terjadi pada setiap manusia. Namun, kesiapan jiwa yang menerima penyebab ini hanya bisa merespons satu sisi. Ketika menghadapi penyebab kebahagiaan, jiwa tidak bisa memberikan reaksi kepada penyebab dari sisi lain, yaitu kesedihan. Oleh karena itu, orang yang mabuk akan tetap bahagia dengan salah satu penyebabnya tanpa merasakan sedih, ataupun terus larut dalam kesedihan tanpa bahagia meskipun penyebabnya lemah.
Jadi, Apakah Alkohol Sumber Kebahagiaan?
Ibnu Sina, seperti tertulis di atas, menolak tegas anggapan bahwa alkohol dapat menjadi sumber kebahagiaan. Alkohol hanya membuat kerusakan dalam jiwa hingga melahirkan ruh-ruh dengan kesiapan untuk bahagia meski hanya dengan penyebab yang lemah. Maka dari itu, status alkohol sebagai barang haram dalam Islam tidak berubah.
Pernyataan Ibnu Sina terkait hal ini ada dalam buku Kitab Kesehatan Mental yang ditulis oleh Abu Zaid al-Bakhi. Di dalamnya terdapat tata cara menjaga dan memelihara kesehatan mental, dilengkapi juga dengan resep bahagia dari Ibnu Sina. Review bukunya dapat Anda lihat di sini.